Resusitasi atau
reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai menghidupkan kembali atau
memberi hidup baru. Secara luas, resusitasi diartikan sebagai segala bentuk
usaha medis, yang dilakukan terhadap pasien yang berada dalam keadaan gawat
atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian dalam dunia klinik diartikan
sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan
dan peredaran darah yang irreversible (tidak
dapat dipulihkan). Oleh karena itu, resusitasi menjadi suatu usaha untuk
mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang
terganggu agar kembali normal (Safar 1984). Resusitasi dilakukan sebagai
pertolongan terhadap kondisi darurat dari pasien.
Resusitasi penyakit napas seperti aspiration pneumonia yang umum terjadi pada anjing
dan kucing dengan megaesofagus dapat dilakukan dengan terapi inhalasi (Gambar
1). Pemberian obat melalui terapi inhalasi dapat dilakukan dengan beberapa
macam alat terapi, salah satunya nebulizer.
Selain itu, terapi inhalasi dapat dilakukan menggunakan perangkat lain seperti MDI
(metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler). Terapi
inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral atau disuntik, yaitu
langsung ke organ sasaran, onset lebih cepat, dosis obat lebih kecil, dan efek
samping juga lebih kecil. Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat
yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam
saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu
suspensi partikel dalam gas.
Terapi
Inhalasi
Terapi
inhalasi memiliki prinsip dasar pembentukan partikel kecil aerosol (respirable
aerosol) yang dapat mencapai sasaran sesuai tujuan terapi melalui proses menghirup
(inhalasi). Sasarannya meliputi seluruh bagian dari sistem respiratori mulai
dari hidung, trakea, bronkus, hingga saluran respiratori terkecil (bronkhiolus)
dan bahkan bisa mencapai alveolus.
Penggunaan obat melalui teknik inhalasi pada anjing
dan kucing menjadi hal yang umum. Pengobatan dengan menggunkan sediaan inhalan
mempunyai beberapa keuntungan, termasuk memperluas permukaan absorpsi melalui
membran permeabel, degradasi obat dapat dikurangi karena minimnya reaksi
enzimatis, dan terhindar dari metabolisme hati. Apabila terget organ yang
diobati merupakan traktus respiratorius, penggunaan inhalan dapat memiliki
keuntungan dalam penggunaan dosis tinggi dan langsung ke sasaran. Penggunaan
pengobatan per inhalasi juga sering kali membutuhkan dosis yang lebih kecil
dibandingkan dengan pengobatan sistemik untuk sediaan yang sama (Labiris et al. 2003).
Oleh karena itu, pemberian obat secara per inhalansi telah
digunakan secara luas untuk mengobati penyakit saluran napas pada manusia. Berbagai
jenis obat berlisensi untuk orang-orang yang tersedia untuk aplikasi inhalasi,
termasuk obat antiperadangan dan bronkodilator. Dalam ilmu kedokteran hewan,
literatur tentang terapi inhalansia untuk mengobati penyakit alami sangat
jarang. Saat ini pemberian obat dalam bentuk aerosol telah menjadi umum
digunakan untuk mengobati penyakit pernapasan anjing dan kucing.
Meskipun pemberian terapi inhalasi memiliki banyak
manfaat, rute ini memiliki kesulitan juga dalam penggunaannya. Pernapasan merupakan
pertahanan yang efisien untuk mencegah partikel-partikel mencapai saluran udara
yang lebih rendah, sehingga hanya sebagian kecil dari obat diberikan mencapai
saluran udara yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena obat hilang dalam
perangkat pengiriman atau disimpan di orofaring.
Kesulitan lain dalam penggunaan obat inhalan
adalah bahwa perangkat aplikasi inhalan dirancang untuk digunakan
oleh manusia dan beberapa
memerlukan respirasi yang diatur atau
menahan napas. Adaptasi dari
beberapa perangkat memfasilitasi penggunaannya pada hewan, untuk anjing
dan kucing. Pengiriman
obat dengan rute
aerosol sebagian bergantung pada kedalaman pernafasan, volume
tidal, dan laju
aliran udara. Akan tetapi semua ini mungkin terpengaruh secara negatif oleh penyakit pernapasan.
Selain itu, tidak semua obat cocok
untuk aplikasi per inhalasi dalam bentuk
aerosol. Obat atau pengawet
yang terkandung dalam persiapan obat dapat
menyebabkan iritasi saluran udara dan bronkokonstriksi
kemungkinan yang bisa memperburuk fungsi pernafasan (Cohn 2009).
Nebulizer
Salah satu alat
yang digunakan pada terapi inhalasi dalam rangka resusitasi penyakit napas
adalah nebulizer. Nebulizer merupakan
suatu mesin atau alat yang dapat menyemprotkan kabut halus sediaan obat ke
dalam traktus respiratorius (Morris 2011). Nebulizer dapat mengubah fase
obat dari bentuk larutan
menjadi aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari
udara yang dipadatkan atau
gelombang ultrasonik, serta hanya
sebagian kecil cairan yang berbentuk aerosol yang bisa dihirup (Yamamoto et al. 1999). Nebulizer digunakan untuk mengatur sediaan obat
dalam bentuk kabut sehingga dapat dihirup ke paru-paru. Studi yang dilakukan
menerangkan bahwa pada kasus canine influenza yang menyerang anjing, dapat
terjadi recovery yang lebih baik
setelah dilakukan terapi dengan nebulizer. Dokter hewan juga dapat memberikan
partikel pada kucing yang tidak disedasi. Penggunaan nebulizer merupakan cara
aman yang digunakan dalam tindakan medis (Myers 2010).
Dalam dunia medis veteriner, terdapat tiga tipe nebulizer yang digunakan dalam praktek yaitu jet nebulizer, electronic nebulizer, dan metered dose inhaler (MDI). Pertama, jet nebulizer, baik untuk sediaan cairan di dalam suatu wadah dan memiliki sumber oksigen. Partikel kecil terbentuk ketika penyekat pada nebulizer berkontak dengan obat. Jet nebulizer merupakan alat yang cukup kuat. Ketika digunakan pada hewan, lebih cocok untuk menggunakan tank atau tenda (Gambar 2a). Hewan berada di dalam tenda sehingga obat bisa mengalir langsung ke hewan tersebut. Kelemahan untuk metode ini adalah residu obat dapat terdeposit di mantel sehingga hewan dapat menelan obat setelah perawatan.
Kedua,
electronic nebulizer, mengandalkan getaran membran untuk menghasilkan partikel
aerosol. Partikel yang terbentuk lebih kecil dari jet nebulizers tanpa
memerlukan kompresor udara. Penggunaan electronic nebulizer dapat dilakukan
dengan memasang mask pada hewan (Gambar 2b).
Ketiga,
metered
dose inhaler (MDI), terutama digunakan untuk mengobati infeksi pernafasan,
nebulizers melembabkan saluran udara atau langsung
menyemprotkan antimikroba ke saluran pernapasan
hewan. MDI bekerja dengan cara yang sama seperti
manusia yang menggunakan
inhaler. Anjing yang
menderita bronkhitis kronis
dapat diobati dengan
metered
dose inhaler (Myers 2011).
Indikasi
Penggunaan Nebulizer (Nebulization)
Dalam
pengobatan hewan kecil, nebulizer telah umum
digunakan untuk mengobati infeksi
pernafasan. Nebulizer telah lama digunakan
untuk melembabkan saluran udara
atau memberikan antimikroba langsung ke dalam saluran
pernafasan. Agen mukolitik
(misalnya N-acetylcysteine)
juga telah diaplikasikan
dengan perangkat nebulizer untuk mengobati
hewan dengan infeksi
pernapasan. Akan tetapi umumnya tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan iritasi dan bronkokonstriksi setelah
terapi nebulization. Pada kasus hewan dengan
bronkopneumonia, saline steril dapat
diberikan tiga atau
empat kali sehari.
Pada
manusia, biasanya nebulizer digunakan untuk
memasukkan antimikroba dalam solusi untuk
mengobati pneumonia bakteri yang parah, terutama
pada pasien dengan compromised defenses seperti
pasien dengan cystic fibrosis. Beberapa obat yang
dibuat khusus untuk aplikasi dengan rute
ini tidak mengandung
aditif berpotensi reaktif atau pengawet
(misalnya larutan tobramycin), tetapi persiapan tersebut kurang ekonomis untuk anjing
dan kucing. Dokter
hewan telah menggunakan obat-obatan yang dibuat untuk administrasi parenteral
dalam solusi unuk
diaplikasikan menggunakan nebulizer dalam pengobatan
pneumonia atau infeksi
pernapasan lainnya, termasuk infeksi Bordetella bronchiseptica. Tidak
semua antibiotik cair
cocok untuk digunakan dengan perangkat nebulizer (nebulization). Aminoglikosida adalah golongan obat yang
paling sering digunakan antibiotik untuk terapi
menggunakan nebulizer (Cohn 2009).
Berbagai macam sediaan
obat digunakan dalam terapi inhalasi menggunakan nebulizer. Jenis-jenis obat
yang dapat diadministrasikan menggunakan nebulizer diantaranya:
- Albuterol – bekerja sebagai bronkhodilator, membuat pernapasan lebih mudah, dan sediaan antibiotik bekerja lebih dalam sampai ke paru-paru. Sediaan albuterol dapat meningkatkan heart rate, sehingga penggunaannya harus hati-hati pada anjing dan kucing yang menderita gangguan jantung. Treatment yang dilakukan tidak boleh lebih dari tiga kali sehari. Dosis pemberian albuterol disesuaikan dengan ukuran hewan. Pemberian albuterol diikuti dengan nebulization sebanyak 2-3 cc salin steril.
- Saline – mengurangi kekentalan mucous dan membantu membasahi bronkhiolus sehingga sputum dapat dikeluarkan.
- Antibiotik – contohnya gentocin atau amikacin, yang merupakan antibiotik intrevena, dapat dikombinasikan dengan saline (6mg/kg antibiotik, dicampur dengan saline secukupnya hingga mencapai volume 3 cc) sehari sekali (sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap kondisi ginjal karena sediaan ini memiliki efek samping pada ginjal). Pemberian sediaan antibiotik ini dengan nebulizer lebih aman untuk ginjal (kidney friendly) dibandingkan dengan pemberian secara intravena.
- Mucomyst dapat diberikan dengan perangkat nebulizer untuk menghilangkan dan memperkecil debris dalam paru-paru (Morris 2011).
Cohn LA. 2009. Inhalant Therapy: Finding Its Place in
Small-Animal Practice. [terhubung berkala] http://veterinarymedicine.dvm360.com/vetmed/ ArticleStandard/Article/detail/608394 [9 Juni 2011].
Labiris NR,
Dolovich MB. 2003. Pulmonary drug delivery part II: the role of inhalant
delivery devices and drug formulations in therapeutic effectiveness of
aerosolized medications. Br J Clin Pharmacol 56(6):600-612.
Morris K. 2011. Using A
Nebulizer to Treat Aspiration Pneumonia. Redford: Morris Hospital for Veterinary Services.
Myers J. 2010. Types of Veterinary
Nebulizers. [terhubung berkala] http://www.ehow.com/list7442658_types-veterinary-nebulizers.html [10 Juni 2011].
Safar P. 1984. Resusitasi Jantung Paru Otak.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Yamamoto LG, Okamura D,
Nagamine J, Boychuk R, Halm B, Lee E, Yee L. 1999. Dispensing home nebulizers
for acute wheezing from the hospital is cost-effective. The American
Journal of Emergency Medicine 18(2):164-167.